Headlines News :
::::::>>> www.DutaBangsaNews.com Membangun Kinerja Anak Bangsa <<<::::::
Home » , » Hakim Tolak Eksepsi Ahok: Sidang Bukan Trial by The Mob hingga Dakwaan Cermat

Hakim Tolak Eksepsi Ahok: Sidang Bukan Trial by The Mob hingga Dakwaan Cermat

Written By mansyur soupyan sitompul on Selasa, 27 Desember 2016 | 13.45



Jakarta, dutabangsanews.com - Eksepsi Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ditolak majelis hakim, yang diketuai Dwiarso Budi Santiarto. Majelis hakim memutuskan sidang Ahok dilanjutkan ke pokok perkara.

Demikian putusan sela yang dibacakan secara bergantian oleh majelis hakim dalam sidang yang digelar di eks gedung Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (27/12/2016).

Majelis hakim menilai eksepsi Ahok tidak beralasan menurut hukum. Keberatan Ahok yang menyebut dirinya tidak bermaksud menistakan agama diminta hakim untuk dibuktikan ke persidangan pokok perkara.

Majelis hakim menganggap dakwaan yang dibuat jaksa penuntut umum telah cermat, jelas, dan lengkap. Selain itu, majelis hakim menegaskan persidangan tersebut digelar bukan atas tekanan massa atau trial by the mob

Sidang keempat Ahok selanjutnya digelar dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi pada Selasa, 3 Januari 2017. Lokasi sidang lanjutan ini dipindah dari PN Jakpus ke Gedung Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, demi alasan keamanan.

Berikut ini 4 pertimbangan putusan sela hakim:



Majelis hakim tidak sependapat dengan Ahok, yang mengatakan sidangnya digelar atas tekanan massa atau trial by the mob

"Menimbang keberatan terdakwa yang menyatakan proses hukumnya berdasarkan desakan massa atau trial by the mob. Menimbang bahwa keberatan tersebut majelis berpendapat pengadilan menyidangkan perkara bukan atas desakan massa, tapi berdasarkan adanya pelimpahan perkara dari penuntut umum yang memohon untuk disidangkan dan dihakimi," ujar ketua majelis hakim Dwiarso Budi, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut), Jl Gajah Mada, Selasa (27/12/2016).

Dwiarso juga menolak keberatan Ahok, yang memiliki program seperti meningkatkan kesejahteraan guru ngaji dan memberangkatkan marbot masjid naik haji. Menurut Dwiarso, hal tersebut sudah memasuki pokok perkara sehingga tidak tepat dimasukkan ke nota eksepsi.

"Mengenai keberatan tersebut, hal itu sudah berkaitan dengan pokok perkara, maka keberatan terdakwa akan diputus setelah pemeriksaan alat bukti," ucapnya.

Terkait dengan dalil seharusnya Ahok diberi peringatan keras terlebih dahulu, hakim menilai hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 156 a KUHP tentang penodaan agama. "Sehingga pasal 156 a KUHP tidak perlu melalui proses peringatan. Menyatakan keberatan penasihat hukum tidak beralasan menurut hukum," ucapnya.



Majelis hakim menganggap bahwa dakwaan yang dibuat jaksa penuntut umum telah cermat, jelas, dan lengkap.

"Pengadilan berpendapat bahwa dakwaan jaksa penuntut umum telah memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat 2 a dan b KUHAP karena telah menguraikan dakwaan dengan cermat, jelas, dan lengkap," ujar majelis hakim saat membacakan putusan sela dalam persidangan di eks gedung PN Jakpus, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (27/12/2016).

Menurut majelis hakim, sesuai dengan ketentuan di Pasal 143 ayat 2 KUHAP, dalam surat dakwaan telah dicantumkan tanggal dan ditandatangani. Serta surat dakwaan telah berisi nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, dan agama tersangka.

"Uraian secara jelas cermat dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebut waktu dan tempat pidana yang dilakukan," jelas majelis hakim.

Penasihat hukum juga keberatan atas tidak dijelaskannya akibat perbuatan Ahok akan apa yang telah dilakukannya. Menurut majelis hakim, hal tersebut tidak perlu.

"Sedangkan mengenai alasannya, yaitu dakwaan hanya mencantumkan perbuatan yang disangkakan tanpa mencantumkan akibatnya, pengadilan menilai hal demikian tidak perlu," tutur majelis hakim.



Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) menolak nota keberatan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam sidang kasus penistaan agama. Majelis hakim menilai eksepsi Ahok tidak beralasan menurut hukum sehingga sidang harus berlanjut ke pokok perkara.

"Menyatakan keberatan terdakwa tidak dapat diterima, menyatakan sah menurut hukum dakwaan penuntut umum sebagai dasar perkara terdakwa atas nama Basuki Tjahaja Purnama," ujar ketua majelis hakim H Dwiarso Budi, dalam sidang putusan sela di PN Jakut, Jl Gajah Mada, Selasa (27/12/2016).

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menganggap keberatan Ahok soal surat dakwaan tidak cermat dan tidak tepat itu tidak beralasan menurut hukum. Hakim menganggap sidang perlu dibuktikan hingga ke pokok perkara.

"Memerintahkan sidang lanjutan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama," ujarnya.

Terkait dengan keberatan Ahok, yang tidak berniat menistakan agama Islam, hakim menilai hal itu perlu dibuktikan dalam sidang pokok perkara.

"Maka keberatan terdakwa akan diputus setelah pemeriksaan alat bukti, menyatakan keberatan tidak dapat diterima," ujarnya.



Ahok menyinggung kegiatan-kegiatannya terkait dengan kesejahteraan umat Islam, dari membangun masjid hingga memberangkatkan haji pengurus masjid dalam surat eksepsinya. Menurut majelis hakim, apa yang dibahas Ahok tak terkait dengan dakwaan jaksa penuntut umum.

"Menimbang bahwa keberatan yang diajukan oleh terdakwa dalam sidang 13 Desember, pada pokoknya menjelaskan tidak adanya niat terdakwa untuk menistakan agama Islam," kata majelis hakim saat membacakan putusan sela dalam persidangan di eks gedung PN Jakpus, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (27/12/2016).

Majelis hakim kembali membacakan nota keberatan (eksepsi) Ahok saat Ahok menjelaskan hal-hal mengenai kegiatan umat Islam. Misalnya saja menggaji guru-guru ngaji, memberangkatkan haji para penjaga masjid, serta membangun masjid. Termasuk pembangunan Masjid Fatahillah di Balai Kota.

"Serta pandangan terdakwa tentang Surat Al Maidah ayat 51 dalam bukunya berlindung di balik ayat suci tahun 2008 dan riwayat turunnya Surat Al Maidah ayat 51," ujar majelis hakim.

Majelis hakim menegaskan bahwa keberatan-keberatan tersebut tak masuk dakwaan Pasal 156 ayat 1 KUHP. Hal tersebut mengacu pada pendapat ahli mengenai hal-hal yang dianggap masuk ke poin keberatan.

"Maka keberatan terdakwa tersebut akan dipertimbangkan dan diputus oleh pengadilan setelah pemeriksaan alat bukti. Karenanya, keberatan terdakwa haruslah dinyatakan tidak dapat diterima," jelas majelis hakim. Red
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Published by : DutaBangsaNews.Com
Copyright © 2006. - All Rights Reserved
Media Online :
www.dutabangsanews.com