Headlines News :
::::::>>> www.DutaBangsaNews.com Membangun Kinerja Anak Bangsa <<<::::::
Home » » Kandis Kehilangan Asamnya

Kandis Kehilangan Asamnya

Written By mansyur soupyan sitompul on Rabu, 28 Oktober 2020 | 09.06

Penulis : Subandi, S.Sos. I., M. Pd

Bagian 1. Asal Mula Kandis

KANDIS.Tdak asing dipendengaran kita dengan nama yang satu ini. Kandis adalah subuah kecamatan yang ada di Kabupaten Siak Riau, Sebenarnya dulu bukanlah sebuah kecamatan. Melainkan sebuah desa yang wilayahnya cukup luas. Jika dibandingkan dengan wilayah di Jawa. Kandis, luasnya satu kabupaten. Adapun Kandis itu sendiri berasal dari sebuah riwayat yang sampai sekarang masih terkenal. Baik di wilayah Riau bahkah di seluruh Nilayah Nusantara . Siapa yang tak kenal dengan sebait pantun yang berbunyi........

Asam kandis asam gelugur

Ketiga asam si riang-riang

Menangis mayat di pintu kubur

Teringat badan tidak sembahyang

Ada beberapa cerita tentang asal usulnya Kandis. Pertama ,karena di sana dulunya kapal Raja Siak Sri Indrapura pernah kandas di sungai yang bernama Batang Kandis .Versi yang kedua, di tempat ini tumbuh asam yang dinamakan asam kandis. Dan versi ketiga ada nama sungai yang disebut Batang Kandis.

Dari ketiga versi cerita tersebut yang paling mendekati adalah adanya asam kandis. Karena ada kaitan yang satu dengan lainnya. Dan ketiganya pula bermuara pada satu titik yaitu Kandis. Disamping terkenal dengan pantunnya, cerita asam kandispun masih menyebar di kalangan masyarakat sekitar. Bahwa  dahulu di kawasan tempat tinggal penduduk setempat pasti ada pohon asam tersebut. 

Dan menjadi sumber penghasilan masyarakat setempat, bahkan primadonanya. Akan tetapi sekarang yang terjadi malah sebaliknya, Penduduk Kandis sendiri malah mencari dan mebeli asam kandis dari luar daerah. Lalu kemana hilangnya pohon-pohon asam kandis asal Desa Kandis.....?

Konon datanglah penduduk baru yang berasal dari Tarutung Tapanuli Selatan. Mereka berduyun-duyun ke Kandis bukan tanpa alasan. Mereka datang dibawa oleh anak Penghulu Kampung, sebutan kepala desa masa itu. Sang anak penghulu mengenyam pendidikan di Tarutung sana sampai tamat . Entah apa nama sekolahnya sampai sekarangpun tidak ada yang tahu.

Nah ...setelah tamat sekolahnya , maka pulang kampunglah Ia ke Kandis dengan membawa warga baru yang untuk menempati tempat baru yang bernama Kandis. Bukan itu saja, pendatang baru yang lain adalah para perantau dari Sumbar yang terkenal dengan suku Minangnya. Mereka para perantau tadi membaur dengan sanak saudaranya yang telah terlebih dahulu tinggal di Kandis. Kebanyakan dari mereka adalah para pedagang yang menempati sepanjang pinggiran jalan raya mulai dari Perbatasan Minas hingga ke Pasar Minggu.

Belum lagi para pekerja perkebunan yang datang dari tanah jawa. Baik melalui jalur Perusahaan, Transmigrasi Mandiri maupun merantau dan mencari pekerjaan di wilayah Kandis. Jumlah para pendatang ini makin lama makin banyak dan berkembang. Sedangkan penduduk asli makin lama makin berkurang jumlahnya. Akhirnya mereka sendiri banyak yang meninggalkan kampung halamannya mencari tempat yang baru. Meskipun pemerintah telah menyediakan rumah sosial, namun tidak ada jaminan bagi mereka untuk hidup seperti sedia kala.

Di antara Masyarakat penduduk asli Kandis, masih ada yang tersisa tetapi jumlah mereka dapat dihitung dengan jari. Sedangkan wilayah mereka saat ini sebagian besar telah dikuasai Perkebunan kelapa sawit. Dengan demikian maka mata pencarian mereka sebagian besar telah berubah, dikarenakan tidak adanya lagi tempat untuk bercocok tanam, sekiranya ada itupun kebanyakan mandah di daerah luar kandis.

Bagian 2. Penduduk Asli Kandis 

Suku Sakai merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia yang hidup di pedalaman Riau, Sumatera. Suku Sakai merupakan keturunan Minangkabau yang melakukan migrasi ke tepi Sungai Gasib, di hulu Sungai Rokan, pedalaman Riau pada abad ke-14. Seperti halnya Suku Ocu (penduduk asli Kabupaten Kampar), Orang Kuantan, dan Orang Indragiri, Suku Sakai merupakan kelompak masyarakat dari Pagaruyung yang bermigrasi ke daratan Riau berabad-abad lalu.

Sebagian besar masyarakat Sakai hidup dari bertani dan berladang. Tidak ada data pasti mengenai jumlah orang Sakai. Data kependudukan yang dikeluarkan oleh Departemen Sosial RI menyatakan bahwa jumlah orang Sakai di Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak kurang dari 5.000 jiwa.

Suku Sakai selama ini sering dicirikan sebagai kelompok terasing yang hidup berpindah-pindah di hutan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, alam asri tempat mereka berlindung mulai punah. Kawasan yang tadinya hutan, berkembang menjadi daerah industri perminyakan, usaha kehutanan, perkebunan karet dan kelapa sawit, dan sentra ekonomi.

Komposisi masyarakatnya pun menjadi lebih heterogen dengan pendatang baru dan pencari kerja dari berbagai kelompok masyarakat yang ada di Indonesia (Jawa, Minang, Batak, dsb). Akibatnya, masyarakat Sakai pun mulai kehilangan sumber penghidupan, sementara usaha atau kerja di bidang lain belum biasa mereka jalani.


a.  Asal-Usul Suku Sakai Kandis

Ada yang berpendapat bahwa suku ini berasal dari keturunan Nabi Adam yang langsung hijrah dari tanah Arab, terdampar di Sungai Limau, dan hidup di Sungai Tunu. Namun, tidak ada sumber tertulis pasti tentang asal-usul sesungguhnya suku Sakai ini. Pendapat lain mengatakan bahwa Sakai merupakan percampuran antara orang-orang Wedoid dengan orang-orang Melayu Tua.

Catatan sejarah mengatakan bahwa pada zaman dahulu penduduk asli yang menghuni Nusantara adalah orang-orang Wedoid dan Austroloid, kelompok ras yang memiliki postur tubuh kekar dan berkulit hitam. Mereka bertahan hidup dengan berburu dan berpindah-pindah tempat. Sampai suatu masa, kira-kira 2.500-1.500 tahun sebelum Masehi, datanglah kelompok ras baru yang disebut dengan orang-orang Melayu Tua atau Proto-Melayu.

Gelombang migrasi pertama ini kemudian disusul dengan gelombang migrasi yang kedua, yang terjadi sekitar 400-300 tahun sebelum Masehi. Kelompok ini lazim disebut sebagai orang-orang Melayu Muda atau Deutro-Melayu. Akibat penguasaan teknologi bertahan hidup yang lebih baik, orang-orang Melayu Muda ini berhasil mendesak kelompok Melayu Tua untuk menyingkir ke wilayah pedalaman.

Di pedalaman, orang-orang Melayu Tua yang tersisih ini kemudian bertemu dengan orang-orang dari ras Wedoid dan Austroloid. Hasil kimpoi campur antara keduanya inilah yang kemudian melahirkan nenek moyang orang-orang Sakai.

Sementara pendapat kedua mengatakan bahwa orang-orang Sakai berasal dari Pagarruyung dan Batusangkar. Menurut versi cerita ini, orang-orang Sakai dulunya adalah penduduk Negeri Pagarruyung yang melakukan migrasi ke kawasan rimba belantara di sebelah timur negeri tersebut. Waktu itu Negeri Pagarruyung sangat padat penduduknya.

Untuk mengurangi kepadatan penduduk tersebut, sang raja yang berkuasa kemudian mengutus sekitar 190 orang kepercayaannya untuk menjajaki kemungkinan kawasan hutan di sebelah timur Pagarruyung itu sebagai tempat pemukiman baru.

Setelah menyisir kawasan hutan, rombongan tersebut akhirnya sampai di tepi Sungai Mandau. Karena Sungai Mandau dianggap dapat menjadi sumber kehidupan di wilayah tersebut, maka mereka menyimpulkan bahwa kawasan sekitar sungai itu layak dijadikan sebagai pemukiman baru. Keturunan mereka inilah yang kemudian disebut sebagai orang-orang Sakai. Bagi orang Sakai sendiri, pendapat ini dianggap yang lebih benar, karena mereka meyakini bahwa leluhur mereka memang berasal dari Negeri Pagarruyung.

Bisa jadi anggapan pertama benar adanya, namun bisa juga kedua anggapan tersebut benar. Karena begitu banyaknya tersebar masyarakat suku Sakai ini di sepanjang daratan Riau dan juga Jambi. Populasi Suku Sakai yang terbesar hingga saat ini terdapat di Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Published by : DutaBangsaNews.Com
Copyright © 2006. - All Rights Reserved
Media Online :
www.dutabangsanews.com