Headlines News :
::::::>>> www.DutaBangsaNews.com Membangun Kinerja Anak Bangsa <<<::::::
Home » , » Rekrutmen Calon Hakim Harus Tunggu RUU Jabatan Hakim Rampung

Rekrutmen Calon Hakim Harus Tunggu RUU Jabatan Hakim Rampung

Written By mansyur soupyan sitompul on Jumat, 07 Juli 2017 | 13.18


Jakarta, Dutabangsanews.com - Seleksi bagi 1.600 hakim yang dilakukan secara internal oleh Mahkamah Agung (MA) dinilai tidak tepat. Guru besar hukum pidana Universitas Soedirman (Unsoed) Prof Hibnu Nugroho menilai seharusnya pembukaan seleksi hakim menunggu UU Jabatan Hakim selesai.


"Masalah rekrutmen seharusnya ditahan dulu, menunggu UU jabatan hakim yang sedang digodok ini selesai. Karena di dalamnya dirumuskan cara rekrutmen secara komperhensif," ujar Prof Hibnu ketika berbincang dengan dutabangsanews, Jumat (7/7/2017).

Menurut Hibnu, rekrutmen hakim sebagai pejabat negara bukan suatu hal yang sederhana dan perlu kajian yang mendalam. Terlebih paradigma penerimaanya yang harus diubah dari fresh graduate menjadi mereka yang telah matang secara pengalaman.

"Alasannya sederhana, supaya tidak terlalu lama mendidik para calon hakim sebelum bertugas, karena masalah hukum itu pelik dan berkembang. Sehingga memerlukan praktisi yang sudah memiliki kualifikasi dan integritas cukup, negara tinggal mengawasi integritas para hakim dan tak perlu lama mendidik calon hakim," jelasnya.

Diakuinya tak sedikit para akademisi hukum ikut mendaftar seleksi hakim, namun tak jarang mereka terhalang birokrasi politik.

"Dunia penegakan hukum sekarang kan tidak steril-steril banget, bercampur-campur politik. Jadi kalau orang akademisi kan di situ agak malasnya. Karena hampir di semua perguruan tinggi tidak diperbolehkan seperti itu birokrasi di ujungnya politik, sehingga hakim non karir yang mendaftar berkurang," paparnya.

Prof Hibnu berharap, ke depannya seleksi atau rekrutmen hakim harus memiliki formulasi yang pas dan tidak berujung pada hakim agung. Sehingga tidak ada lagi kekosongan kursi hakim pada pengadilan tingkat pertama.

"MA harus punya paradigma baru, hakim tidak serta merta berujung pada hakim agung. Kalau kompetensinya hanya cukup di PN dia tidak harus berujung jadi hakim tinggi atau hakim agung, sekarangkan banyak hakim PN kosong tapi hakim tinggi menumpuk," imbuhnya.

Sebelumnya, menurut Jimly Asshiddiqie negara seharusnya merekrut hakim dari kelompok profesional dan bukan melalui jalur CPNS.

"Hakim itu jabatan, khususnya pejabat negara, dan sifatnya itu kehormatan, bukan jabatan kepegawaian. Tapi jabatan dari orang-orang yang mempunyai integritas dan kehormatan tertentu untuk direkrut menjadi hakim," ujar Jimly.

Karena itu, menurut Jimly, definisi perekrutan hakim harus dikeluarkan dari pengertian calon pegawai negeri sipil (CPNS).

"Itu definisi lama, karena itu, dia harus dikeluarkan dari pengertian itu. Karena penting sekali seorang hakim harus direkrut dari para sarjana hukum yang sudah matang, sudah berpraktik jadi advokat, praktik dosen, aktivis, public defender, dan tugas pelayanan hukum lainnya yang sudah matang, baru direkrut jadi hakim," ucap Jimly.

Sedangkan menurut hakim agung Gayus Lumbuun, rekrutmen seharusnya menyertakan Komisi Yudisial (KY). Gayus juga sependapat dengan Jimly, yaitu hakim bukan dari fresh graduate, melainkan dari kelompok profesional.

"Saya usul agar melibatkan KY dalam perekrutan sekarang karena hakim agung saja direkrut KY. Jadi ada baiknya bila hakim-hakim tingkat pertama pun menggunakan KY juga," ujar Gayus. Red
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Published by : DutaBangsaNews.Com
Copyright © 2006. - All Rights Reserved
Media Online :
www.dutabangsanews.com