Headlines News :
::::::>>> www.DutaBangsaNews.com Membangun Kinerja Anak Bangsa <<<::::::
Home » » KANDIS KEHILANGAN ASAMNYA

KANDIS KEHILANGAN ASAMNYA

Written By mansyur soupyan sitompul on Selasa, 24 November 2020 | 08.40

 Bagian 2. Asal Mula Kandis

Penulis : Subandi, S.Sos. I., M. Pd

a.  Arti Nama Sakai

Nama Sakai konon berasal dari huruf awal kata Sungai, Kampung, Anak, dan Ikan. Maknanya, mereka adalah anak-anak negeri yang hidup di sekitar sungai dan mencari penghidupan dari hasil kekayaan yang ada di sungai berupa ikan.

Jelas julukan ini diprotes oleh masyarakat suku Sakai yang sudah maju, karena hal tersebut berkonotasi pada hal yang tidak kuno dan bodoh.

Serta tidak mengikuti kemajuan jaman. Sedangkan kenyataannya kini, masyarakat Sakai sudah tidak lagi banyak yang masih melakukan tradisi hidup nomadennya, karena wilayah hutan yang semakin sempit di daerah Riau.


b.  Kepercayaan

Salah satu ciri masyarakat Sakai yang juga melahirkan penilaian negatif dari orang Melayu adalah agama mereka yang bersifat animistik. Meskipun banyak di antara orang Sakai yang telah memeluk Islam, namun mereka tetap memraktekkan agama nenek moyang mereka yang masih diselimuti unsur-unsur animisme, kekuatan magis, dan tentang mahkuk halus.

Inti dari agama nenek moyang masyarakat Sakai adalah kepercayaan terhadap keberadaan ‘antu‘, atau mahluk gaib yang ada di sekitar mereka. Masyarakat Sakai menganggap bahwa antu juga memiliki kehidupan layaknya manusia. Mereka bergerombol dan memiliki kawasan pemukiman. Pusat dari pemukiman antu ini menurut orang Sakai berada di tengah-tengah rimba belantara yang belum pernah dijamah manusia.


c.  Lebih Maju

Kehidupan masyarakat Sakai saat ini sudah banyak dipengaruhi oleh pendatang serta pekerja perkebunan dari tanah Jawa, Medan, Padang dan juga beberapa daerah di Sumatra lainnya. Banyaknya pembukaan hutan untuk perkebunan sawit dan juga pemukiman penduduk baru serta program transmigrasi, telah mempengaruhi cara pemikiran dan juga pola hidup suku sakai.

Mereka kini jarang yang hidup di hutan, tetapi menetap bersama-sama dengan pendatang. Kepercayaan animisme yang dahulu dianut oleh sebagian besar suku Sakai, kini berganti dengan beberapa agama seperti Islam, atau pun juga Kristen. Sehingga keyakinan terhadap makhluk halus yang sering disebut ‘Antu, tidak lagi menyelimuti kehidupan mereka.

Namun diantara mereka masih ada juga yang percaya dengan adanya “ Antu” tersebut, tetapi bukan dalam bentuk yang menakutkan  Anak-anak Suku Sakai pun sudah memasuki sekolah Diharapkan, kedepan, keterbelakangan Suku Sakai bisa diatasi, dengan mengikutsertakan mereka pada program-program pembangunan.


d.  Makanan Khas Suku Sakai


Harapan Baru

Beberapa orang berjalan beriringan. Sebagian membawa bekal parang babat. Sebagian yang lain lagi membawa peralatan sejenis keranjang yang bertali yang disebut dengan ambung.  Dalam keranjang itu terdapat juga peralatan sejenis cangkul tetapi agak kecil.  Ada juga bungkusan daun pisang yang berisi makanan dari jenis sagu dan lauknya sekali. Mereka berjalan beriringan menyisiri tepi sungai.

Orang bilang nama sungai itu adalah sungai Batang Kandis. Karena di sekitar itu tumbuh batang pohon yang berbuah, jika masih mudah rasa buahnya sangat asam. Sedangkan jika buahnya sudah tua rasanya sangat manis. Tetapi kebanyakan buah yang diambil buah yang belum sampai tua . Karena buahnya itu dipergunakan orang untuk bahan bumbu penyedap masakan . Sedangkan sungai batang kandis menurut ceritanya adalah sungai tertua yang ada di Kandis.

Di mana Sungai batang kandis terletak di sepanjang jalan negara sekarang yang berhulu di kelurahan Simpang Belutu. Tepatnya di belakang Pondok Pesantren Jabal Nur sekarang. Dan berhilir di Sungai Sam-sam Desa Kandis, yang berbatas langsung dengan Kabupaten Bengkalis. Adapun Sungai Sam-sam itu sendiri berhilir ke Sungai Mandau di Balai Pungut. Disanalah dahulu Orang-orang Asli Suku Sakai itu bermukim dan bertempat tinggal.

Konon kabarnya di sungai batang kandis inilah kapal Sulthan dari kerajaan Siak Sri Indrapura terdampar dan kandas. Karena kandasnya berada di tempat yang banyak ditumbuhi batang kandis, maka sungai itu selanjutnya diberi nama  Sungai Batang Kandis. Oleh raja yang kebetulan berada di dalam kapal tersebut. Dengan suara yang lantang sang raja menyebut Batang kandis.

Perkataan yang berujung kandis itu didengar oleh salah seorang. Pada waktu itu sedang mencari buruan. Dan kebetulan melihat kapal yang terdampar tersebut dari kejauhan. Dengan langkah perlahan didekatilah kapal itu. Ketika sampai kurang dari 10 meter, orang ini terperangah. Dia memperhatikan dengan tidak berkedip. Dalam hati bergumam “ mimpikah aku...?. Oh...tidak..!. Aku tidak bermimpi, karena aku tidak tidur.

Dia tidak berani mendekat. Diperhatikan satu persatu apa yang ada dalam kapal tersebut.Tidak ada yang dilewatkan, barang secuil bendapun. Tiba- tiba terdengarlah perkataan beberapa orang yang berada dalam kapal tersebut. Tapi tidak cukup jelas. Hanya sayup-sayup seperti berbisik namun agak keras. Entah angin yang membawa suara itu berlawanan arah, entah pendengarannya memang kuran jelas.

“ Kandis “ , suara itu terdengar jelas di telinganya. Mendengar suara dari dalam kapal itu, dia terdiam untuk beberapa saat. Baru tersadar ketika kawan yang ada di belakang menepuk punggungnya. Serius amat , seru kawan itu. Iyalah... Cubo tengok siapo dalam kapal tu...?.

Kawanya-pun terperanjat manakala yang dilihat langsung adalah seseorang berpakaian kerajaan. “ siapo tu yo...?. Ontahlah... Mereka tadi menyebut nyebut Kandis. Apo tompek kito iko bonamo Kandis..? Iyo agaknyo. Kedua orang itu ngobrol dengan serunya hingga suaranya terdengar dari dalam kapal.

Oe....Siape di sane...?...Terdengar suara dari dalam kapal itu. Dengan sigap kedua orang tadi berlari sekencang-kencangnya. Kabur kembali keperkampungan dimana mereka tinggal. Mereka berdua ketakutan, hingga beberapa hari demam dan tidak bertemu satu dengan lainnya.

Selang beberapa hari dua orang inipun bertemu kembali. Namun tidak seriang sebagaimana hari-hari yang telah berlalu. Mereka masih dihantui pertanyaan yang sulit diterka jawabanya.

Keadaan ini diketahui oleh ketua kampung, yang pada saat itu nama kampung mereka masih dicari-cari. Ketua... kami berdua menemukan kapal raja di dekat sungai dalam. Kapal itu penuh dengan perajurit kerajaan Mereka menyebut-nyebut nama Kandis. Lalu Ketua Kampungpun bergegas dengan dikawani dua orang tadi. Dan beberapa orang kampung yang ingin mengetahui bagaimana kapal kerajaan itu.

Sesampainya di tempat yang dituju Kapal tersebut sudah tidak ada. Hanya meninggalkan bekas-bekas tempat perbekalan dan beberapa benda yang asing bagi penduduk kampung itu. Di tempat inilah mereka memulai membuka perladangan baru yang ditanami sejenis ubi kayu yang kemudian disebut dengan ngalo. Sudah menjadi tradisi kala itu. Setelah ditanam lalu ditinggalkan untuk beberapa lama.

Kepulangan mereka dari sungai dalam yang kita ketahui dengan nama sungai atang kandis itu, membawa berita gembira. Disamping mendapatkan nama kapung yang mereka idam-idamkan juga membawa buah yang rasanya asam. Buah itu dapat dijadikan bumbu atau rempah-rempah sebagai penyedap rasa.

Nama buah itu yang dulunya belum pernah mereka temui. Dengan adanya buah yang mereka temukan itu, ada harapan baru. Apa yang mereka gembirakan terwujud bahwa kampung mereka kini bernama Kampung Kandis. Yaitu nama pemberian dari Raja Siak Sri Indrapura dari dalam kapal yang kandas. Sedang buah yang mereka temukan terkenal dengan nama buah asam kandis.

Kono “ Antu “

Setelah berlalu beberapa waktu, timbullah niat beberapa orang untuk melihat kembali tanaman yang mereka tanam ketika mencari kapal raja kala itu. Wah......! Betapa kagetnya mereka semua ketika sampai  di tempat itu. Betapa tidak, batang ngalo yang mereka tanam berkembang pesat tidak seperti basa. Batangnya berubah warna menjadi kehitam-hitaman. Bukan hanya batangnya pucuk daunnyapun tidak hijau sebagaimana lazimnya pucuk ngalo. Melainkan berwarna hitam.

Namun ada yang aneh dari daunnya. Meskipun pucuknya hitam, tetapi daun mudanya berubah menjadi kebiruan ,dan selanjutnya berubah lagi menjadi daun hijau seperti biasa. Tidak membutuhkan waktu yang lama perubahan daun itu.

Mereka merasa ragu, bimbang, dan bahkan enggan untuk memetik daunnya, apalagi membawa buahnya. Jangan-jangan ngalo ini berbisa. Belum hilang kumpulan rasa kaget ,takjub dan keraguan mereka. Tiba-tiba  dari kejauhan sayup-sayup terdengar suara....” Aduuuhhh sakik pouwik...”!. Suara itu kedengarannya berulang-ulang dan lama kelamaan suara itupun semakin lirih...lirih dan tak kedengaran......................... hilang. Pingsan............ memang pingsan.

Kegaduhan seketika terjadi di tempat yang jauh dari keramaian itu. Mereka saling bertanya satu dengan yang lainnya. “ Apo kono...?”...” Ado apo...?. Jawabannya semua hampir sama. “ Ontahlah Kotua...!”. Kebetulan yang bertanya adalah ketua rombongan. Diapun segera mendekati, naluri kepemimpinnya segera bangkit untuk menemukan jawaban. Apa yang menyebabkan pingsan salah seorang dari anggota rombongan itu.

“ Antu.....!”. Terdengar suara lirih dari mulut sang ketua. Manterapun segera diucapkan. Mulai dari yang terdengan seperti orang bergumam. Lama kelamaan terdengar seperti orang kesurupan. Setelah mantera dibacakan, ketua rombongan itupun berhenti dan duduk seperti orang kelelahan.

Sambil menunggu hasil dari mantera sang ketua, masing-masing anggota rombongan bekerja seperti yang telah disepakati. Ada yang membuat kopi, teh, atau makanan yang bahannya dibawah dari kampung kemudian dinikmati bersama-sama. Lain halnya dengan Sang ketua. dia berfikir keras bagaimana cara menyadarkan anggotanya yang pingsan itu.

Namun........... setelah ditunggu sekian lama, mantera itu tak beriaksi sama sekali.Tiba-tiba terdengar bunyi seperti sirine tatapi hampir tidak kedengaran. Ciiiuuuutttt.......!. Siapo kontuik.....?. Tanya ketua............. Tak ada seorangpun yang berani menjawab. Bukan tak berani, tapi memang tak ada yang melakukannya. Ciihh ounnyo...Tak tahan saya dengan bau ini mual rasanya perut. Kalau bukan bau kontuik.. bau apa ya...pikir Sang ketua sambil meninggalkan anggotanya.

Berpikir....dan terus berpikir, entah berapa lama sudah lamunan pikirannya itu dilayangkan. Dapat sudah jawaban satu selanjutnya timbul pertanyaan yang lainya . Demikian terus menerus dan  berulang-ulang sampai akhirnya..........tak teringat lagi dan...tertidur pulas.

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Published by : DutaBangsaNews.Com
Copyright © 2006. - All Rights Reserved
Media Online :
www.dutabangsanews.com