Headlines News :
::::::>>> www.DutaBangsaNews.com Membangun Kinerja Anak Bangsa <<<::::::
Home » , » Tangkal Teroris di Dunia Maya, Kepala BNPT Bentuk 'Pasukan' Medsos

Tangkal Teroris di Dunia Maya, Kepala BNPT Bentuk 'Pasukan' Medsos

Written By mansyur soupyan sitompul on Kamis, 22 Desember 2016 | 11.20



Jakarta, dutabangsanews.com - Para terduga teroris yang dibekuk di tiga provinsi Rabu (21/12) kemarin disebut kepolisian masih jaringan Bahrun Naim. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Suhardi Alius mengatakan sulit memastikan berapa banyak sel-sel jaringan Bahrun Naim di Indonesia saat ini. 

"Bisa enggak mastiin sosial media itu masuk ke mana aja bisa enggak? Dia ke mana saja, jadi artinya tinggal bagaimana tingkat keterpengaruhan masing-masing, dia kan sudah punya jaringan yang sudah radikal, dia tentu lebih cepat, tapi kita tidak bisa melihat satu-satu semua," kata Suhardi saat dihubungi dutabangsanews, Kamis (22/12/2016).

Suhardi menuturkan, kelompok teroris jaringan Bahrun Naim masih terus melakukan rekruitmen melalui media sosial. Tidak hanya menguatkan jaringan yang sudah ada, tapi juga untuk merekrut anggota baru. Salah satunya yaitu eks tenaga kerja wanita di luar negeri yang disasar supaya masuk ke jaringan mereka.

"Nah ini yang harus kita kikis agar jangan mudah terpengaruh, bagaimana caranya, kan enggak mudah kita membendungnya, ini kan semua salurannya lewat sosial media, siapa yang bisa," ujarnya.

"Kalau dia lewat gerbang jelas ada penjaganya, kalau ini kan enggak, ruang-ruang kita, ruang-ruang keluarga kita masuk semua, lewat gadget, smartphone. Kemenkominfo pun situs-situs diblok bisa, tapi dia (pelaku) buat akun baru," sambungnya.

Jadi, kata Suhardi, yang harus dipersiapkan adalah bagaimana masyarakat tidak mudah terpengaruh dan itu membutuhkan langkah-langkah yang terstruktur, sistematis, serta butuh waktu.

"Maksud saya ke depan bagaimana kita mengidentifikasi, BNPT kan mengidentifikasi potensi-potensi kelompok itu, sekarang biarkan Densus 88 bekerja, masih ada enggak jaringan seperti itu. Kita berharap tentunya jelang pergantian tahun ini berjalan dengan lancar, damai. Ini antisipasi yang luar biasa dari Densus, kami pun BNPT cuma menerima laporan dari Densus, karena kan untuk masalah penindakan kita bertumpu sama mereka, kita kan program reradikalisasi," ujarnya.

Suhardi menjelaskan, saluran penyebaran ideologi radikal paling banyak melalui sosial media. Karena itu, BNPT sedang mengembangkan bagaimana untuk mengantisipasi penyebarannya di medsos, salah satunya dengan membentuk 'pasukan' media sosial.

"Saya kumpulkan para netizen, saya latih, dari sekian ratus itu, dapat 60 orang itu memberikan suatu program baru untuk anak-anak untuk counter dan agar jangan terpengaruh. Kalau bahasa kita enggak diterima anak-anak sekarang. Kalau seumuran mereka dia punya gaya bahasa sendiri. Itu yang saya kembangkan," tuturnya.

Menurut Suhardi, yang utama dalam mencegah penyebaran ideologi radikal adalah melalui pendidikan. Sebab pencegahan harus disiapkan sejak dini agar masyarakat tidak terlalu rentan terpengaruh.

"Dulu namanya pembelarajan kurikulum, itu ada semuanya, buku yang di atas kita juga masih kita gunakan, sekarang lihat programnya berganti-ganti, pelajaran yang inti untuk bagaimana menanamkan jiwa kebangsaan tak ada lagi. Kita berharap banyak dari situ," ujarnya.

"Sekarang bagus Presiden sudah mengeluarkan lembaga untuk masalah kebhinnekaan, sudah ada instruksi kurikulum itu mana yang diserahkan ke otonomi daerah, contohnya masalah etika, pendidikan moral Pancasila, tentunya dengan metode-metode yang disesuakan dengan sekarang," tambahnya.

Selain itu, menurut Suhardi, anak-anak mantan teroris juga harus disentuh. Jika tidak, maka mereka berpotensi menjadi teroris baru. Salah satunya yaitu dengan pembangunan masjid dan Pondok Pesantren Al-Hidayah di Deliserdang, Sumatera Utara. 

"Mereka kan harus disentuh, kalau enggak disentuh, dia akan jadi teroris baru. Sekarang di samping dia mengaji, dikasih pelajaran kebangsaan, mencintai tanah airnya, dia akan jadi bibit-bibit yang baik. Kalau dilepas, dimarjinalkan, ini akan lebih jauh lagi," tuturnya.

Tidak hanya itu, kata Suhardi, penerimaan masyarakat terhadap eks pelaku teror juga penting. Ketika mantan teroris keluar dari lapas usai menjalani hukuman, penerimaan masyarakat juga menentukan kualitas mereka untuk kembali atau tidak ke jaringan teroris.

"Contoh Juhanda yang Samarinda itu, dia sudah dapat program deradilikasi di lapas, begitu keluar keluarganya enggak mau menerima lagi. Sanak istrinya tak terima lagi, apa yang dipikirkan lagi coba, hanya terpikirkan kembali ke saluran semula," ujarnya. 

"Jadi artinya kita didik masyarakat kita bagaimana mengemas itu semua. Makanya saya create kerja sama dengan seluruh kementerian itu, ada 25 kementerian supaya ambil peran," sambungnya. Red
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Published by : DutaBangsaNews.Com
Copyright © 2006. - All Rights Reserved
Media Online :
www.dutabangsanews.com