Headlines News :
::::::>>> www.DutaBangsaNews.com Membangun Kinerja Anak Bangsa <<<::::::
Home » » Cukong Politik

Cukong Politik

Written By mansyur soupyan sitompul on Senin, 14 September 2020 | 21.29


Oleh : H.G. Sutan Adil 

Penulis adalah Ketua FKMI (Forum Komunikasi Muslim Indonesia) 

MENTERI Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan hampir 92 persen calon kepala daerah yang tersebar di seluruh Indonesia dibiayai oleh cukong. 

Rata-rata, kata Mahfud, setelah terpilih para calon kepala daerah ini akan memberi timbal balik berupa kebijakan yang menguntungkan para cukong tersebut. 

"Di mana-mana, calon-calon itu 92 persen dibiayai oleh cukong dan sesudah terpilih, itu melahirkan korupsi kebijakan", kata Mahfud saat menjadi pembicara dalam diskusi bertema Memastikan Pilkada Sehat: Menjauhkan Covid-19 dan Korupsi yang disiarkan melalui kanal Youtube resmi Pusako FH Unand, Demikian yang dapt di cukil dari berita politik pada cnnindonesia.com , Jumat 11/09/20. 

Pernyataan ini menjadi banyak tanggapan dari berbagai analis dan tokoh politik. Salah satunya Bung Rocky Gerung yang menyayangkan pernyatan Mahfud MD ini, karna beliau adalah salah satu pejabat pemerintahan yang seharusnya dapat meminimalisir keberadan cukong politik ini dan juga mempertanyakan data yang dimilikinya. 

Namun pernyataan Mahfud MD ini sebenarnya tidaklah terlau jauh dari hasil kajian lembaga resmi anti korupsi di Indonesia, yaitu Komisis Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satu Pimpinan KPK, Nurul Ghufron, dalam kempatan dan dilokasi yang sama dengan pak Mahfud menyatakan bahwa, dalam kajian yang pernah dilakukan KPK, sebanyak 82 persen calon Kepala Daerah didanai oleh sponsor alias Cukong Politik. 

Dari kenyataan ini Bung Rocky dengan tegas menyatakan juga bahwa jika dipilkada saja cukong politik sudah bisa mencapai 92 persen kontribusinya, maka dalam Pemilu Presiden berarti peranan para cukong ini bisa mencapai 100 persen. Fantastik sekali pernyatan bung Rocky Gerung ini. 

“Saya juga percaya 92 persen kepala daerah dibiayai cukong, itu berarti 100 persen cukong membiayai kepala Negara” Ungkapnya saat diskusi disebuah kanal youtube. 

Sehingga secara etika politik, Dia menyarankan kepada Mahfud MD untuk mundur saja jadi Menko, sebab dia harusnya tahu bahwa tempat yang beliau hidupi sekarang ini adalah markasnya para cukong. 

Jika kita kembali lagi membicarakan cukong politik ini, sebelumnya Bung Rizal Ramli telah menyatakan dengan keprihatinan yang sama. Hal ini disebutkannya saat menyampaikan Judicial Riview (JD) pasal 222 Undang Undang No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (4/9/20) lalu. 

"Mari kita lawan demokrasi kriminal. Supaya Indonesia berubah. Supaya kalau demokrasi amanah bekerja untuk rakyat, bekerja untuk bangsa kita, tapi demokrasi kriminal bekerja untuk cukong. Bekerja buat kelompok dan agen lainnya. Kita harus ubah dari demokrasi kriminal ke demokrasi yang amanah dan good government dan ini perjuangan yang penting dan strategis," kata Rizal Ramli. 

Keberadaan Cukong Politik ini jelas telah merusak citra demokrasi dan justru para cukong ini jugalah yang menciptakan Oligarki Politik dan Oligarki Ekonomi secara sistemik, Sehingga tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi hancur dan seperti sulit sekali untuk lepas dari jebakan para cukong politik seperti ini. 

Wajar sekali jika beliau menyebut bahwa demokrasi yang ada sekarang ini adalah Demokrasi Kriminal. 

Untuk itu kita harus mendukung upaya yang dilakukan oleh Bang Rizal Ramli dalam memperbaiki cara mencari pemimpin dengan merubah sistem perekrutan calon presiden yang tanpa ambang batas alias Ambang Batas Pemilihan Presiden (Presidential Treshold) menjadi 0%. 

Dengan demikian diharapkan akan banyak muncul calon presiden sebagai dampak dari diperbolehkan seluruh partai peserta pemilu mengajukan calon presidennya masing masing. 

Dengan contoh dua kali penyelenggaraan pemilu terakhir, yaitu Pemilu tahun 2014 dan 2019, terlihat sekali harapan untuk memilih pemimpin terbaik bangsa tidak terjadi. 

Yang terjadi justru terciptanya oligarki politik dan bisnis gaya baru yang mungkin saja sekarang, para Cukong Politik sedang mengambil keuntungan dengan cara masuk dalam mempengaruhi kebijakan Negara demi kepentingan pribadi dan kelompoknya. 

Berkaca pada Pemilu Tahun 2004 merupakan Pemilu terbaik yang pernah diadakan setelah reformasi, dimana terdapat banyak calon, yaitu ; 

1. Pasangan Wiranto dan Salahuddin Wahid yang diusung Partai Golkar. 

2. Pasangan Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi yang dicalonkan PDIP. 

3. Pasangan Amien Rais dan Siswono Yudo Husodo yang dicalonkan PAN. 

4. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla yang diangkat oleh 3 parpol sekaligus: Demokrat, Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). 

5. Pasangan Hamzah Haz dan Agum Gumelar yang dicalonkan PPP. 

Dengan banyaknya paslon presiden dan wakilnya yang bertarung seperti diatas, maka rakyat menjadi leluasa memilih calon pemimpinnya, dan terbukti dengan terpilihnya pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla, secara umum dapat melaksanakan good government dg baik. 

Harapannya adalah aturan main Pemilu yang ada sekarang ini yaitu UU No. 7 Tahun 2017 harus direvisi sesuai dengan kondisi yang terbaik saat ini. Para legislator yang yang ada di DPR RI saat harus menghilang ego partai dan kelompoknya masing masing. 

Jika memang sepakat untuk memperbaiki keadaan Negara yang sudah di kuasai Cukong Politik, maka harus diperbaiki dulu aturan main atau sistem Pemilu kita ini. 

Berkacalah kepada Pemilu tahun 2004 tersebut diatas dan perbaiki saja mana yang kurang baiknya. 

Sekarang RUU No.7 tahun 2017 ini sedang dibahas dan diperkiraan tahun depan akan ketok palu. Kita berharap revisi RUU ini juga harus menghilangkan Ambang Batas Parlemen (Parlementaray Thershold) juga, disamping Ambang Batas Presiden (Presidential Threshold) itu sendiri. Jangan cuma dengan alasan “Penguatan Demokrasi” maka harus ada “Ambang Batas” tersebut dan malah justru mereka mau ditingkatkan lagi batasannya, hanya demi Oligarki Politik dan Oligarki Ekonomi mereka itu sendiri. 

Jelas pengalaman sudah ada dan banyak sekali contoh yang terjadi, dimana peranan “Cukong Politik” dalam kehidupan berbangsa dan Bernegara kita
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Published by : DutaBangsaNews.Com
Copyright © 2006. - All Rights Reserved
Media Online :
www.dutabangsanews.com